Selasa, 02 Juli 2019

MENDIRIKAN BANGUNAN DI ATAS KUBURAN DALAM PANDANGAN MADZHAB SYAFI’I

Masalah yang kian populer di kalangan masyarakat yakni perkara kijing, yakni melakukan pemugaran/ mendirikan bangunan di atas kubur. Kemudian dalam sebuah kitab bernama Manhaj al-Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-‘Aqidah karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil hafizhahullah, seorang ulama Salafi asal Madinah, yang mana saya kaget akan isinya “merampas” perkataan Imam asy-Syafi’i rahimahullah, (tulisan bergaris bawah):



Artinya, Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan: ‘Dan aku menyukai agar kuburan tidak ditembok, karena itu identik dengan perhiasan dan keangkuhan, sementara kematian bukan tempat salah satu dari keduanya, dan saya tidak melihat kuburan kaum Muhajirin dan Anshar ditembok. Berkata seorang perawi dari Thawus bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membangun atau menembok kuburan. Dan saya telah melihat gubernur menghancurkan apa yang dibangun di dalam kubur di kota Makkah, sementara saya tidak melihat para ahli fiqh mencela hal tersebut”. 


Perhatikan! Sang penulis “tega” memutus fatwa Imam asy-Syafi’i rahimahullah tersebut “di tengah jalan”, tanpa mau menyempurnakannya. Atas dasar itulah, ada satu kelompok yang menyimpulkan bahwa Imam asy-Syafi’i rahimahullah melarang mendirikan bangunan di atas kuburan. Padahal fatwa Imam asy-Syafi’i rahimahullah di atas masih berlanjut, yakni,
وَقَدْ رَأَيْت مِنْ الْوُلَاةِ مَنْ يَهْدِمَ بِمَكَّةَ مَا يُبْنَى فِيهَا فَلَمْ أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذَلِكَ فَإِنْ كَانَتْ الْقُبُورُ فِي الْأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى فِي حَيَاتِهِمْ أَوْ وَرَثَتُهُمْ بَعْدَهُمْ لَمْ يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى مِنْهَا وَإِنَّمَا يُهْدَمُ إنْ هُدِمَ مَا لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلَّا يُحْجَرَ عَلَى النَّاسِ مَوْضِعُ الْقَبْرِ فَلَا يُدْفَنُ فِيهِ أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذَلِكَ بِالنَّاسِ
Artinya, Dan aku telah melihat salah seorang gubernur di Makkah menghancurkan (membongkar) bangunan yang dibangun di dalam kuburan, namun aku tidak melihat para ulama fikih mencela hal itu. Dan bila adanya kuburan itu di tanah milik si almarhum ketika hidupnya dulu atau milik ahli warisnya ketika ia wafat, maka tidak (boleh) ada suatu bangunan (di kuburan) pun yang dihancurkan. Namun sesungguhnya bangunan itu dihancurkan jika (tanah pemakaman) itu tidak ada seorang pun yang memilikinya, maka harus dihancurkan, hal itu dilakukan supaya tidak ada seorang pun yang dikuburkan di dalamnya, karena hal itu akan mempersulit orang lain (yang kelak akan menguburkan mayyit lain)”. [ Al-Umm: 1/316 ]

Nah, inilah fatwa beliau yang benar. Bahwa mendirikan bangunan di atas kubur itu tidak masalah, jikalau kuburannya berada di tanah milik si almarhum sendiri atau milik ahli waris dari si almarhum. Tapi jika kuburan itu bukan berada di atas 2 tanah di atas, maka wajib dihancurkan bangunannya.

Kemudian, fatwa beliau di atas ditegaskan kembali oleh Imam an-Nawawi rahimahullah,
قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ وَلَا فَرْقَ فِي الْبِنَاءِ بَيْنَ أَنْ يَبْنِيَ قُبَّةً أَوْ بَيْتًا أَوْ غَيْرَهُمَا ثُمَّ يُنْظَرُ فَإِنْ كَانَتْ مَقْبَرَةً مُسَبَّلَةً حَرُمَ عَلَيْهِ ذَلِكَ قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُهْدَمُ هَذَا الْبِنَاءُ بِلَا خِلَافٍ قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَرَأَيْت مِنْ الْوُلَاةِ مَنْ يهدم ما بني فيها قال وَلَمْ أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ عَلَيْهِ ذَلِكَ وَلِأَنَّ فِي ذَلِكَ تَضْيِيقًا عَلَى النَّاسِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَإِنْ كَانَ الْقَبْرُ فِي مِلْكِهِ جَازَ بِنَاءُ مَا شَاءَ مَعَ الْكَرَاهَةِ وَلَا يُهْدَمُ عَلَيْهِ
Artinya, “Para ulama madzhab Syafi’i -semoga Allah merahmati mereka-mengatakan: Dan tidak ada bedanya dalam hal apakah bangunan (di kuburan) itu berbentuk kubah atau rumah atau selain keduanya, kemudian dilihat terlebih dahulu. Jika bangunan tersebut ada pada pemakaman musabbalah, maka hukumnya itu haram. Para ulama madzhab Syafi’i berkata: Dan wajib merobohkan bangunan semacam itu tanpa ada khilaf (beda pendapat). Imam asy-Syafi’i berkata dalam kitab Al-Umm: ‘Dan aku telah melihat salah seorang gubernur di Makkah menghancurkan (membongkar) bangunan yang dibangun di dalam kuburan, namun aku tidak melihat para ulama fikih mencela hal itu’. Para ulama madzhab Syafi’i berkata: Bila kuburan itu berada di tanah milik pribadi, diperbolehkan membangun sesukanya, namun disertai dengan kemakruhan, serta tidak boleh dirobohkan bangunan tersebut”. [ Al-Majmu’ Syarhil Muhadzdzab: 5/298 ]

Apa itu kawasan pemakaman musabbalah

Imam al-Qalyubi rahimahullah mendefinisikan, 

قَوْلُهُ: (مُسَبَّلَةً) وَهِيَ مَا جَرَّتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالدَّفْنِ فِيهَا

Artinya, “Kata penulis ‘musabbalah’, yaitu tanah (kawasan) yang memang orang biasanya menguburkan mayyit di situ”. [ Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala Syarh al-Mahalli: 1/411 ]

Oleh karenya, yang dihukumi haram mendirikan bangunan ialah jika kuburan tersebut berada di kawasan musabbalah, yakni kawasan pemakaman umum yang biasanya orang-orang menguburkan mayyit di situ.

Kemudian ada keterangan tambahan dari Imam Zainuddin al-Malibari rahimahullah
وكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل. ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه
Artinya, Dan hukumnya makruh membangun kuburan (jika) tanpa ada hajat misalnya takut dibongkar, atau takut dibongkar hewan buas, atau takut rusak oleh banjir, karena telah shahih larangan tentang hal itu. Makruhnya membangun kuburan ini jika di tanah milik sendiri. Adapun jika membangun kubur ini tanpa adanya hajat sebagai mana yang telah disebutkan, atau membangun kubah di kuburan yang berada di pemakaman umum, yaitu yang biasanya penduduk kampung menguburkan di situ, baik diketahui orang yang menyediakan makam tersebut ataupun tidak, atau di pemakaman yang diwaqafkan, maka haram hukumnya membangun kubur tersebut dan wajib dibongkar, karena menyebabkan bangunan itu langgeng (tetap) setelah hancurnya mayyit, serta ini dapat mempersempit kaum muslimin lainnya (yang kelak akan mengubur mayyit yang lain) tanpa ada tujuan (pembangunan) yang jelas sama sekali”. [ Fathul Mu’in bi Syarh Qurratul ‘Ain bi Muhimmat ad-Din: hal. 216 ]

Keterangan lain disampaikan oleh ulama besar Indonesia, Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah,
لَو كَانَ الْبناء فِي المسبلة لخوف نبش سَارِق أَو سبع أَو تخرق سيل جَازَ وَلَا يهدم
Artinya, “Bila terdapat bangunan (di atas kubur) berada di kawasan umum dikarenakan takut jenazahnya dicuri, atau dibongkar binatang buas, atau rusak karena banjir, maka hukumnya diperbolehkan, serta tidak dilarang menghancurkan bangunan itu”. [ Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in Syarh ‘ala Qurratul ‘Ain bi Muhimmat ad-Din: hal. 155 ]

Nah di sinilah semakin jelas, bahwa kebolehan ini ditambah syaratnya, selain di tanah milik si almarhum sendiri atau milik ahli warisnya sebagaimana dikatakan Imam asy-Syafi’i dan Imam an-Nawawi di atas, mendirikan bangunan ini diperbolehkan asalkan ada suatu hajat/ keperluan.

Pengecualian: Bila tiba-tiba di pemakaman umum ditemukan makam yang telah ada bangunan di atasnya. Jika yang bersangkutan dari pihak keluarga mayyit itu mempunyai suatu hajat sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dilarang menghancurkan bangunan tersebut. Tapi bila tidak ada hajat/ tujuan sama sekali, maka hukumnya haram dan wajib dihancurkan.

Kesimpulannya:

[1]. Pelarangan dan keharaman pembangunan pada kuburan itu berlaku bila kuburannya berada di tanah/ kawasan pemakaman musabbalah, yakni kawasan umum yang biasanya orang-orang menguburkan di situ, atau kuburannya berada di tanah wakaf,

[2] Adapun jika pembangunannya itu di kuburan yang mana pada tanah milik orang tersebut itu sendiri ketika ia hidup, atau milik ahli warisnya ketika orang itu telah wafat, atau memang ada suatu hajat, seperti agar tidak diganggu hewan, atau agar tidak rusak karena banjir, maka hukumnya boleh meskipun disertai hukum makruh, yaitu makruh tanzih

[3] Namun dikecualikan jika ditemukan kuburan yang terbangun di pemakaman musabbalah/ umum karena alasan yang sama sebagaimana poin ke 2 di atas, maka hukumnya diperbolehkan dan tidak diperkenankan menghancurkan bangunan tersebut,

[4]. Hendaklah kita melakukan tabayyun/ klarifikasi terlebih dahulu terhadap ucapan-ucapan seorang ulama, dan tidak sepatutnya kita “merampas” ucapan itu semena-mena sehingga membuat pemahaman masyarakat dan umat menjadi “bengkok” dari pemahaman yang sebenarnya.

Wallahu A’lam Bishshawab






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENDIRIKAN BANGUNAN DI ATAS KUBURAN DALAM PANDANGAN MADZHAB SYAFI’I

Masalah yang kian populer di kalangan masyarakat yakni perkara kijing, yakni melakukan pemugaran/ mendirikan bangunan di atas kubur. Kemudia...