Senin, 01 Juli 2019

LEBIHAN SELALU DISEBUT RIBA ?

Akhir-akhir ini banyak orang salah persepsi mengenai riba. Saya juga sempat menonton video di Youtube sebagaimana dijelaskan oleh Cak Nun hafizhahullah bahwa lebihan yang diberikan bersamaan dengan pelunasan utang iti tidak bisa langsung disebut riba, kecuali bila disyaratkan sebelumnya, dan ada beberapa website yang menanggapi ucapan Cak Nun tersebut bahwa Cak Nun telah salah, serta mereka malah mengatakan bahwa segala tambahan apapun dalam transaksi tetap disebut Riba, Benarkah? Oke mari kita bahas.

Dasar hukum dari Riba ialah firman Allah,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba” (QS. Al Baqarah/ 2: 275)

Definisi riba kemudian disampaikan Imam Ibnul Mundzir rahimahullah yakni,


وأجمعوا على أن السلف إذا شرط عقد السلف هدية أو زيادة، فأسلفه على ذلك، أن أخذه الزيادة على ذلك ربا

Artinya, “Para ulama sepakat bahwa bila si pemberi pinjaman utang memberi syarat saat akad kepada yang dipinjami utang sebagai hadiah atau tambahan, lalu ia meminjamkannya lalu mengambil tambahan (setelah utangnya dilunasi) tersebut, maka itu adalah Riba. (Al-Isyraf ‘ala Madzahibil Ulama, [6:142])

Jadi yang dimaksud Riba ialah suatu tambahan yang dipersyaratkan oleh pemberi pinjaman utang kepada yang dipinjami, agar orang yang dipinjami itu ketika mengembalikan pinjaman utang beserta dengan lebihan/ tambahan yang diminta oleh si pemberi pinjaman.

Adapun mengenai hadits, 

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

Artinya, “Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian ialah yang paling bagus dalam melunasi (utang)” (HR. Al-Bukhari, no. 2393 dan Muslim, no. 1601 dalam Shahih keduanya)

Maksud hadits itu ialah kita melunasi utang kita dengan mengembalikannya lewat cara dan sesuatu yang lebih baik, misal dengan melebihkan. Tapi melebihkan di sini kan belum disyaratkan oleh si pemberi pinjaman utang, dalam artian lebihan yang kita berikan bersama dengan pelunasan utang adalah berdasarkan inisiatif kita sendiri sebagai peminjam utang. 

Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan, 

وَفِيهَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ مِنْ قَرْضٍ وَغَيْرِهِ أَنْ يَرُدَّ أَجْوَدَ مِنَ الَّذِي عَلَيْهِ وَهَذَا مِنَ السُّنَّةِ وَمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَإِنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لِأَنَّ الْمَنْهِيَّ عَنْهُ مَا كَانَ مَشْرُوطًا فِي عَقْدِ الْقَرْضِ وَمَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الزِّيَادَةُ فِي الْأَدَاءِ عَمَّا عَلَيْهِ وَيَجُوزُ لِلْمُقْرِضِ أَخْذُهَا سَوَاءٌ زَادَ فِي الصِّفَةِ أَوْ فِي الْعَدَدِ بِأَنْ أَقْرَضَهُ عَشَرَةً فَأَعْطَاهُ أَحَدَ عَشَرَ

Artinya, “Dalam hadits ini dianjurkan bagi siapa yang mempunyai kewajiban berupa utang dan lainnya, hendaknya ia mengembalikan yang lebih baik dari yang ia pinjam dan ini adalah termasuk sunnah dan akhlak yang mulia, dan ini bukan termasuk dari utang yang ditarik manfaat darinya (Riba), karena hal tersebut itu dilarang, karena yang dilarang adalah yang terlebih dahulu disyaratkan di dalam akad utang piutang, dan menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i) adalah dianjurkan tambahan di dalam pelunasan apa yang menjadi kewajibannya, dan boleh bagi yang mengutangi untuk mengambilnya baik itu tambahan di dalam sifatnya atau dalam jumlah bilangan, sepeti ia mengutangi 10 kemudian diberikan (kembali) kepadanya 11”. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, [11:37])

Semakna, Imam al-Qurthubi rahimahullah dari kalangan madzhab Maliki juga mengatakan, 

وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ نَقْلًا عَنْ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ اشْتِرَاطَ الزِّيَادَةِ فِي السَّلَفِ رِبًا وَلَوْ كَانَ قَبْضَةً مِنْ عَلَفٍ- كَمَا قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ- أَوْ حَبَّةً وَاحِدَةً. وَيَجُوزُ أَنْ يَرُدَّ أَفْضَلَ مِمَّا يَسْتَلِفُ إِذَا لَمْ يَشْتَرِطْ ذَلِكَ عَلَيْهِ، لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ بَابِ الْمَعْرُوفِ، اسْتِدْلَالًا بِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي الْبِكْرِ:" إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً" رَوَاهُ الْأَئِمَّةُ: الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَغَيْرُهُمَا. فَأَثْنَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَنْ أَحْسَنَ الْقَضَاءَ، وَأَطْلَقَ ذَلِكَ وَلَمْ يُقَيِّدْهُ بِصِفَة

Artinya, “Dan kaum muslimin telah bersepakat telah mengutipkan dari Nabi mereka –shallallahu ‘alaihi wasallam– bahwa mensyaratkan tambahan di dalam hutang adalah Riba, meskipun hanya segenggam tepung –sebagaimana dikatakan Ibnu Mas’ud– , atau walau hanya satu biji. Dan diperbolehkan mengembalikan lebih baik dari apa yang dipinjam –bila tidak disyaratkan hal tersebut padanya– , dikarenakan perbuatan itu (mengembalikan dengan yang lebih baik) termasuk dalam hal-hal kebaikan. Sisi pendalilannya ialah dengan hadits Abu Hurairah mengenai unta muda, ‘Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian ialah yang paling bagus dalam melunasi utang’, diriwayatkan para imam: Al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuji atas perbuatan bagus seseorang yang melunasi utangnya, dan beliau memutlakkan hal itu tanpa membatasinya dengan suatu sifat.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [3:241])

Semoga mulai saat ini kita tidak salah persepsi lagi mengenai tambahan yang tiba-tiba diberikan oleh orang yang kita pinjami utang, dengan menganggap tambahan/ lebihan itu sebagai Riba, padahal tambahan/ lebihan itu tidak kita persyaratkan kepadanya saat dia berutang. 

Wallahu A’lam Bishshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENDIRIKAN BANGUNAN DI ATAS KUBURAN DALAM PANDANGAN MADZHAB SYAFI’I

Masalah yang kian populer di kalangan masyarakat yakni perkara kijing, yakni melakukan pemugaran/ mendirikan bangunan di atas kubur. Kemudia...